KUMPARTA: MANUNGGALING KAWULA GUSTI
Diberdayakan oleh Blogger.

Postingan Populer

Minggu, 01 April 2012

Sebagaimana lazimnya yang dilakukan oleh kaum sufi untuk mencapai kesempurnaan hidup itu dicapai dengan melalui 4 tingkatan  yakni :
1.      Syaria
2.      Tarekat
3.      Hakikat
4.      Ma’krifat

Tahapan yang harus dilewati seorang salik (orang-orang yang hendah mencapai ridha Allah) untuk mencapai Insan Kamil (Manunggaling Kawula Gusti)


Syariat
Syariat merupakan melaksanakan seluruh perintah dan larangan Allah dengan berdasarkan  iman ( percaya tanpa melihat), artinya syariat merupakan pelaksanaan amal badaniah misalnya sholat, puasa, zakat, haji dll. Dalam syariat apabila seseorang mengerjakan sholat dengan melaksanakan semua syarat & rukunya, maka seseorang tersebut dianggap sholatnya sah dan telah sempurna.
Tujuan utama syariat ialah membangun kehidupan manusia atas dasar amar ma’ruf dan nahi mungkar. Sehingga pada prinsipnya syariat merupakan proses pengenalan jenis perintah dan larangan, Hakikatnya adalah pengenalan pemberi perintah dan pemberi larangan.
Firman Allah dalam QS 5:48. Sebagai berikut :

!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 šú÷üt/ Ïm÷ƒytƒ z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( Ÿwur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷ŽÅ° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãŠsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmŠÏù tbqàÿÎ=tFøƒrB ÇÍÑÈ  

Artinya : dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.


Tarekat
Tarekat merupakan jalan (system atau metode), untuk menuju kepada Hakikat yang akhirnya mengenal dan merashakan adanya Allah. Kalam kontek ini Otak bertugas untuk berpikir sedangkan hati/Batin bertugas untuk berzikir (selalu mengingat Allah). Firman Allah dalam QS 33:41 :

 $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#râè0øŒ$# ©!$# #[ø.ÏŒ #ZŽÏVx. ÇÍÊÈ  

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.

Sabda Rasulullah SAW :
Hati orang-orang yang beriman adalah baitullah (rumah Allah)

Yang mendasari mengenai tarekat antara lain :
1.      Hadits Qudsi :
Aku adalah khazanah yang tersembunyi, maka ingin agar Aku dikenal siapa Aku, maka Ku jadikanlah, maka dengan (rahmat)-Ku mereka ma’rifat(mngenal) Kepada-Ku.
Allah itu wujud, yang awalnya tiada permulaan. Dia telah ada dan tiada yang lain beserta-Nya. Supaya zat-Nya dikenal dan dilihat maka Dia menjadikan segenap kejadian (makhluk)
Alam laksana kaca yang terang benderang yang disana dapat kenyataan zat Allah. Itulah dasar Wahdatul Wujud yang menjadi faham ahli tarekat.
Selanjutnya alam ini penuh dengan rahasia-rahasia yang tersembunyi. Rahasia-rahasia itu ditutup oleh dinding (hijab). Jalan untuk membuka hijab-hijab tersebut itulah yang dinamakan tarekat.

2.      Firman Allah  dalam Al Quran 72:16

Èq©9r&ur (#qßJ»s)tFó$# n?tã Ïps)ƒÌ©Ü9$# Nßg»oYøs)óV{ ¹ä!$¨B $]%yxî ÇÊÏÈ  

Artinya : dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).



Adapun 4 jalan yang dapat membuka dinding / hijab itu ialah :

1.      Tingkat Pertama : Suci dari najis dan hadats.
-    Bersih dari najis maka wajib bersuci atau beristinja dengan air atau dengan sesuatu yang diperbolehkan syariat.
-          Suci dari hadats besar (keluar mani) maka wajib mandi
-          Suci diri dari hadats kecil maka wajib berwudhu.
2.      Tingkat Kedua : Suci dari Kotoran Lahir
Ada 7 anggota badan yang membuat kesalahan lahir yang disebut maksiat.
-          Lidah – dusta/ghibah dan lain-lain
-          Pendengaran- mendengarkan cerita kosong dan lain lain
-          Penglihatan- melihat yang haram
-          Penciuman (hidung)- menimbulkan rasa benci
-          Tanggan-merusah dan lain-lain
-          Kaki- berjaalan membuat maksiat
-          Kemaluan (termasuk perut)- bersyahwat/berzina (termasuk makan yang haram)
3.      Tingkat Ketiga : Suci dari Kotoran Bathin
Ada 7 alat pembuat kesalahan bathin yang dinamakan 7 lathaif.
-      Lathifatul Qalbi- berhubungan dengan jantung jasmani. Letaknya dua jari dibawah susu kiri. Disinilah letaknya sifat-sifat kemusrikan, kekafiran dan ketahyulan dan sifat-sifat iblis.
-   Lathifatul Ruh- letaknya dua jari dibawah susu kanan. Disinilah letaknya sifat bahimiyah (binatang jinak) yaitu sifat menurut nafsu.
-     Lathifatul sirri- letaknya dua jari diatas susu kiri. Disinilah letaknya sifat sabu’iyah (binatang buas) yaitu sifat zalim/aniaya, pemarah dan pendendam.
-    Lathifatul khafi – dikendarai limpah jasmani. Letaknya dua jari diatas susu kanan. Disinilah letaknya sifat syaithaniyah yaitu hasud/dengki, munafik dan khianat.
-   Lathifatul akhfa- berhubungan empedu jasmani. Letaknya ditengah-tengah dada. Disinilah letaknya sifat ria, takabur/sombong, ujub/membanggakan diri dan sum’ah/cari nama atau kemashuran.
-       Lathifatul-nafsun-natiqa-letaknya diantara dua kening. Disinilah nafsu amarah penghalang besar untuk menciptakan perbaikan masyarakat.
-      Lathifatul kullu jasad-kendarai seluruh tubuh jasmani. Dalam lathifah ini terletak sifat jahil dan ghaflah (kejahilan dan alpa)  
4.      Tingkat Keempat : Suci hati rabbaniyah yang dimaksudkan lathifatul qalbi disini bukan jantung jasmani tetapi lathifatul rabbaniyah adalah ruh yang suci, yang paling halus dan yang memerintah serta mengatur badan dan anggota badan jasmani. Dialah hakikat diri yang sebenar-benarnya diri.


Hakikat
Hakikat merupakan suasana kejiwaan seorang salik ketika ia mencapai suatu tujuan, sehingga ia dapat menyaksikan (tanda-tanda) ketuhanan dengan mata hatinya (Asy-Syekh Abubakar Al-Ma’ruf) dengan kata lain Hakikat adalah menyaksikan sesuatu yang telah ditentukan, ditakdirkan, disembunyikan (dirahasiakan) dan yang telah dinyatakan (oleh Allah kepada hamba-Nya).
Syariat, terekat dan hakikat dan ma’rifat tidaklah terpisahkan, sambung menyambung antara yang satu dengan yang lain. Apabila :
Syariat merupakan peraturan
Tarekat merupakan pelaksanaan
Hakikat merupakan tujuan awal pengenalan Allah yang Haq.
Ma’rifat merupakan tujuan Akhirnya.   

Kemudian apabila dikaitkan dengan bersuci :
Syariat : bersih diri dengan air dari najis dan hadats
Tarekat : bersih diri lahir dan bathin dari hawa nafsu
Hakikat : bersih hati dari selain Allah
Semuanya itu untuk mencapai ma’rifatullah

Apabila dikaitkan dengan ibadah sholat :
Syariat : menghadap kiblat
Tarekat : hati wajib menghadap Allah
Hakikat : menghadap Allah seakan-akan melihat Allah
Ma’rifat : mengenal Allah, seorang hamba shalat dengan khusyu, ketika itu perasaan bermusyahadah dan bercakap-cakap dengan Allah.



Ma’rifat
Ma’rifat berarti mengetahui atau mengenal sesuatu, bekenaan dengan pengamalan tasawuf maka istilah ma’rifat berarti mengenal Allah. Dalam kontek ini ma’rifat adalah ketetapan hati dalam mempercayai kehadiran wujud yang wajib ada-Nya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaan-Nya. Sehingga barang siapa meningkat ma’rifatnya, maka meningkat pula ketenangan hatinya.

Manuggaling Kawulo Gusti

Manunggaling Kawulo Gusti merupakan Ajaran tertinggi dalam kedudukan tasawuf, sehingga memahaminya membutuhkan dasar yang kuat tentang ajaran syariat, tarekat, hakikat dan ma’rifat serta ma’rifatullah. Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti merupakan ajaran yang sangat terkenal dengan tokohnya ialah Syekh Siti Jenar. Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti bersumbu pada sasahidan  memiliki inti kalimat dua hal yakni “ la ilaha illa ana” dan “ana al-Haqq” yang sekaligus dua hal tersebut memnandai tingkatan zikir yang tertinggi dalam paham tasawuf.
R.Ng Ranggawarsita (1802-1873) ia merupaka punjangga terakhir keraton Surakarta mencoba mensistematiskan sebagian ajaran Syekh Siti Jenar dalam karyanya Serat Wirid Hidayat Jati. Menurut  Ranggawarsita pokok keilmuan Syekh Siti Jenar di sebut sebagai “ Ngelmu Ma’rifat Kasampurnaning Ngaurip”. Ranggawarsita menyebutkan basis ilmiah ajaran tersebut adalah renungan filsafat yang bentuk aplikasinya adalah metafisika dan etika.
Ajaran metafisika meliputi ontology, kosmogoni dan antropologi. Ontology berbicara tentang ada dan tidak ada, dalam hal ini Syekh Siti Jenar merumuskan tentang Hakikat Dzat Yang Maha Suci memiliki sifat, nama dan perbuatan “Kami”. Dari “Kami” inilah kemudian muncul “ada” dan “keadaan” lain, yang sifatnya hakiki adalah “Tunggal”.
Manusia yang dalam hidupnya di alam kematian dunia ini disebut sebagai khalifatullah (wakil Allah = pecahan ketunggalan Allah), dan kemudian ia harus berwadah dalam bentuk jisim (jasmani) ia harus menyandang gelar “kawula”, sebab jasad harus melakukan aktivitas untuk memelihara jasadnya dari kerusakan, dan untuk menunda kematian jasadnya, disebut “ngibadah” kepada yang menyediakan raga (Gusti). Untuk itu kawula hanya memiliki satu tempat kembali, yakni Allah, sebagai asalnya. Maka manusia tidak boleh terjebak dalam badan wadag yang hanya berfungsi sementara sebagai “wadah” Roh Ilahi. Justru Roh Ilahi inilah yang harus dijaga guna menuju ketunggalan kembali (Manunggaling Kawula-Gusti).

Kosmogoni berbicara tentang Dzat Yang Maha Kuasa, dalam perwujudannya di dunia, Dzat Yang Maha Kuasa tidak lain adalah Kodrat Pribadi manusia itu sendiri. Dalam Kodrat Pribadi itulah tersimpan misteri cipta-mencipta yang terdiri atas; kehidupan (sajaratul-yaqin) yang berada dalam alam makdum,Nur Muhammad, Mir’at al-Haya’ (cermin pribadi manusia yang dengan berkaca padanya akan bisa menunjukkan Diri Sejatinya), Jiwa Sejati, yakni Roh al-Idhafi, Kandhil (sejenis lampu), durrah (sejenis permata kemilau), dinding Jalal (dalam hijab-hijab nafsu), dan tabir wajah “Kami”.

Kemudian dari aspek kosmogoni, Syekh Siti Jenar juga berbicara tentang konsep-konsep biologi, fisika-kosmologi, psikologi, sosial, politik, keagamaan, dan ekonomi. Semua itu terrumus dalam ajaran-ajaran sebagaimana terdapat dalam berbagai serat, suluk, dan babad. Sayangnya, selama ini orang hanya menganggap bahwa ajaran Syekh Siti Jenar hanyalah mistik Jawa an sich.

Dalam segi antropologi, Syekh Siti Jenar berbicara tentang manusia sebagai rahsa (innermost feeling). Syekh Siti Jenar menguraikan manusia pertama dan utama ditekankan sebagai makhluk rohani, yang pada dasarnya penuh dengan nilai-nilai kemuliaan dan keutamaan. Barulah kemudian Syekh Siti Jenar mengungkapkan tentang anasir-anasir biologis yang membentuk jasad manusia. Ini menunjukkan bahwa sifat atau watak manusia yang buruk tidaklah asali, atau dari asalnya. Watak buruk, yang kemudian memunculkan perilaku buruk tidak lain sebagai akibat dari pengaruh-pengaruh kebutuhan anasir kasar diri manusia, yang meliputi anasir tanah, api, udara, dan air. Karena kebutuhan anasir kasar inilah maka terdapat hawa-nafsu.

Setelah itu juga dikemukakan, bahwa dalam anasir-anasir kasar biologis, juga diisikan unsur-unsur halus sebagai bekal kehidupan di dunia. Unsur-unsur halus ini meliputi nur, rasa, roh, nafsu, dan budi yang kemudian disebut atau berfungsikan sebagai “tabir Wajah Kami Yang Maha Suci.” Nah, kondisi ke- manunggalan adalah upaya penggabungan unsur-unsur halus ini yang dikelola secara optimal, dengan asalnya, yakni sang Rahsa, dengan mengesampingkan anasir-anasir kasar yang ada. Sebab anasir kasar hanya berfungsi sementara di dunia saja, sebagai wadah roh tiupan Ilahi, dalam arti rahsa di atas.

Sedangkan ajaran etika berupa etika praktis, yakni tata laku susila sebagai sarana untuk memungkinkan transformasi dari manusia biasa menjadi Manusia Sempurna atau Manusia Paripurna, yang dalam istilah tasawuf disebut sebagai al-Insan al- Kamil. Titik tolak dari ajaran etika ini adalah eksistensi manusia dalam struktur jasmani-rohaninya, yang dalam pelaksanaan sehari-hari disebut sebagai “tapaning ngaurip” (bertapa dalam hidup). Dan inilah pula yang dikenal sebagai proses pelatihan “mati sakjeroning hurip”.
Sasaran dari “tapaning ngaurip” meliputi:

(1) Badan jasmani dengan bersikap menguasai diri;
(2) Akal-budi, yaitu kesanggupan menerima (receptive attitude);
(3) Nafsu, dengan bersikap rela;
(4) Jiwa dengan bersungguh hati;
(5) Rasa dengan kemampuan berdiam diri dan berserah diri;
(6) Cahaya melalui upaya suci, bersih, dan hening;
(7) Atma dengan sikap awas dan kesadaran seutuhnya.

Tata laku susila ini kemudian diteruskan menjalankan samadi (the practice of meditation, al-khalwat), atau oleh masyarakat Jawa disebut sebagai manekung, dan dalam istilah sekarang dikenal pula sebagai ilmu laku hening. Namun berbeda dengan praktik meditasi pada umumnya, dalam ajaran Syekh Siti Jenar, langkah al-khalwat ini merupakan bentuk pengelolaan daya-cipta sebagai proses mematikan jasad dalam hidup-dunia, dalam rangka melakukan perjalanan manunggal dengan Allah. Dari proses manunggal itulah seluruh asma, sifat dan af al Allah diserap menjadi asma, sifat, dan afal Diri Pribadi di dunia ini.



Referensi :

Achmad Chodjim, 2004. Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga. PT. Serambi Ilmu Semesta. Jakarta
Muhammad Sholikhin. 2011. Manunggaling Kawula-Gusti (Filsafat Kemanunggalan Syekh Siti Jenar. NARASI. Sumberan, Yogyakarta
Muhammad Sholikhin. 2011. Sufisme Syekh Siti Jenar (Kajian Kitab Serat dan Suluk Siti Jenar. NARASI. Sumberan, Yogyakarta
Muhammad Sholikhin. 2011. Ajaran Ma’rifat Syekh Siti Jenar. NARASI. Sumberan, Yogyakarta
Suluk-sajatining-salat-sarengat-tarekat-kakekat-makripat
Serat ajaran-dan-pemikiran-syekh-siti-jenar
Serat-wirid-hidayat-jati
Zulkifli bin Muhammad bin Ibrahim Banahsan Bin Syahab, dkk. 2008. Wujud (Menuju Jalan Kebenaran), CV. Mutiara Kertas. Solo

0 komentar:

"Terima Kasih anda telah berkunjung di web ini. Semoga penyajian saya menjadi inspirasi dan bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan.Selamat Menikmati!