Diberdayakan oleh Blogger.
Postingan Populer
-
Simposium Nasional Akuntansi 15 dilaksanakan di Banjarmasin Tahun 2012. untuk mendownload Jurnal SNA 15 silahkan klic Link dibawah ini : ...
-
Simposium Nasional Akuntansi 13 dilaksanakan di Purwokerto Tahun 2010. untuk mendownload Jurnal SNA 13 untuk masing-masing bidang silahkan k...
-
Simposium Nasional Akuntansi 14 dilaksanakan di Aceh Tahun 2011. untuk mendownload Jurnal SNA 14 silahkan klic Link dibawah ini : ...
-
Simposium Nasional Akuntansi 16 dilaksanakan di Manado 25-28 September 2013. untuk mendownload Jurnal SNA 16 silahkan klic Link dibawah in...
-
Simposium Nasional Akuntansi 11 dilaksanakan di Pontianak tahun 2008. untuk mendownload Jurnal SNA 11 silahkan klic tautan dibawah ini : ...
Sabtu, 19 Mei 2012
Allah
berfirman dalam Al Qur’an Surat 2 :282 dan 283
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä
#sÎ)
LäêZt#ys?
AûøïyÎ/
#n<Î)
9@y_r&
wK|¡B
çnqç7çFò2$$sù
4
=çGõ3uø9ur
öNä3uZ÷/
7=Ï?$2
ÉAôyèø9$$Î/
4
wur
z>ù't
ë=Ï?%x.
br&
|=çFõ3t
$yJ2
çmyJ¯=tã
ª!$#
4
ó=çGò6uù=sù
È@Î=ôJãø9ur
Ï%©!$#
Ïmøn=tã
,ysø9$#
È,Guø9ur
©!$#
¼çm/u
wur
ó§yö7t
çm÷ZÏB
$\«øx©
4
bÎ*sù
tb%x.
Ï%©!$#
Ïmøn=tã
,ysø9$#
$·gÏÿy
÷rr&
$¸ÿÏè|Ê
÷rr&
w
ßìÏÜtGó¡o
br&
¨@ÏJã
uqèd
ö@Î=ôJãù=sù
¼çmÏ9ur
ÉAôyèø9$$Î/
4
(#rßÎhô±tFó$#ur
ÈûøïyÍky
`ÏB
öNà6Ï9%y`Íh
(
bÎ*sù
öN©9
$tRqä3t
Èû÷ün=ã_u
×@ã_tsù
Èb$s?r&zöD$#ur
`£JÏB
tböq|Êös?
z`ÏB
Ïä!#ypk¶9$#
br&
¨@ÅÒs?
$yJßg1y÷nÎ)
tÅe2xçFsù
$yJßg1y÷nÎ)
3t÷zW{$#
4
wur
z>ù't
âä!#ypk¶9$#
#sÎ)
$tB
(#qããß
4
wur
(#þqßJt«ó¡s?
br&
çnqç7çFõ3s?
#·Éó|¹
÷rr&
#·Î72
#n<Î)
¾Ï&Î#y_r&
4
öNä3Ï9ºs
äÝ|¡ø%r&
yZÏã
«!$#
ãPuqø%r&ur
Íoy»pk¤¶=Ï9
#oT÷r&ur
wr&
(#þqç/$s?ös?
(
HwÎ)
br&
cqä3s?
¸ot»yfÏ?
ZouÅÑ%tn
$ygtRrãÏè?
öNà6oY÷t/
}§øn=sù
ö/ä3øn=tæ
îy$uZã_
wr&
$ydqç7çFõ3s?
3
(#ÿrßÎgô©r&ur
#sÎ)
óOçF÷èt$t6s?
4
wur
§!$Òã
Ò=Ï?%x.
wur
ÓÎgx©
4
bÎ)ur
(#qè=yèøÿs?
¼çm¯RÎ*sù
8-qÝ¡èù
öNà6Î/
3
(#qà)¨?$#ur
©!$#
(
ãNà6ßJÏk=yèãur
ª!$#
3
ª!$#ur
Èe@à6Î/
>äóÓx«
ÒOÎ=tæ
ÇËÑËÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah
orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah
mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
[179]
Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan
sebagainya.
*
bÎ)ur
óOçFZä.
4n?tã
9xÿy
öNs9ur
(#rßÉfs?
$Y6Ï?%x.
Ö`»ydÌsù
×p|Êqç7ø)¨B
(
÷bÎ*sù
z`ÏBr&
Nä3àÒ÷èt/
$VÒ÷èt/
Ïjxsãù=sù
Ï%©!$#
z`ÏJè?øt$#
¼çmtFuZ»tBr&
È,Guø9ur
©!$#
¼çm/u
3
wur
(#qßJçGõ3s?
noy»yg¤±9$#
4
`tBur
$ygôJçGò6t
ÿ¼çm¯RÎ*sù
ÖNÏO#uä
¼çmç6ù=s%
3
ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
ÒOÎ=tæ
ÇËÑÌÈ
Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan
bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang).
akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan
persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[180] Barang
tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.
Fase Masa lalu
Dengan demikian jelas
bahwa Pada awalnya manusia tidak mengetahui apa itu akuntansi.
Manusia hanya memiliki pengetahuan tentang cara melakukan perhitungan
berdasarkan ilmu matematika yaitu ilmu yang paling tua di dunia ini. Ilmu ini
dipergunakan oleh manusia untuk melakukan perdagangan terutama ketika
perdagangan telah berkembang dengan menggunakan alat tukar berupa uang bukan
barter. Perkembangan perdagangan yang semakin meningkat membuat manusia di
dunia membutuhkan pencatatan pembelian dan penjualan barang dagangan serta
ongkos-ongkos yang terkait dengan perdagangan itu, sehingga muncullah sebuah
fenomena pencatatan dalam aktivitas perdagangan.
Aktivitas
pencatatan dalam perdagangan terus mengalami perkembangan, terutama ketika
menjangkau wilayah geografis yang lebih luas, sehingga ragam barang yang
diperdagangkan juga semakin banyak. Demikian pula, ketika ragam geografis asal
barang juga mempengaruhi harga barang karena keunikan rasa dan citranya serta
biaya transportasi yang berbeda. Dalam hal ini aktivitas pencatatan berkembang
menjadi aktivitas peringkasan barang dagangan menjadi barang dagangan yang
diperoleh dari negara dan diluar negara. Bersamaan dengan itu juga dilakukan
aktivitas penggolongan masing-masing jenis barang dan daerah asalnya dan biaya
untuk mendapatkan barang itu. Aktivitas peringkasan dan penggolongan ini
memungkinkan seorang pedagang menentukan harga jual secara tepat dalam rangka
memperoleh keuntungan penjualan barang dagangannya.
Fase Masa Kini
Kemudian pada perkembangan selanjutnya, aktivitas
perdagangan terus mengalami kemajuan yang signifikan sehingga para pedagang
yang semula ikut serta secara langsung dalam kegiatan memperoleh dan menjual
barang dagangannya berkembang pada suatu fase dimana dia hanya melakukan
pengawasan terhadap kegiatan dagangnya dengan mempercayakan aktivitas
operasional kepada beberapa orang tertentu. Hal ini menyebabkan terjadinya
aktivitas pelaporan berdasarkan ketentuan dan standar pencatatan, peringkasan
dan penggolongan yang sesuai dengan keinginan pemilik aktivitas perdagangan itu
sebagai pemilik modal untuk memperoleh barang yang akan diperdagangkan.
Uraian
di atas menimbulkan apa yang kita kenal dengan aktivitas pembukuan dimana
pencatatan, peringkasan, penggolongan dan pelaporan dilakukan sesuai dengan
aktivitas rutin perdagangan. Pembukuan ini dirasa kurang mampu menampung
seluruh transaksi perdagangan yang dilakukan terutama ketika muncul transaksi
pembayaran dan perolehan barang di kemudian hari (hutang-piutang) yang menjadi
sangat rumit ketika hanya dicatat dalam pembukuan sederhana. Hal ini
menyebabkan munculnya akuntansi sebagai metode pencatatan, peringkasan,
penggolongan dan pelaporan aktivitas bisnis sesuai dengan peruntukkan sehingga
pemilik usaha dapat memonitor dan mengendalikan bisnisnya melalui pelaporan
keuangan yang disajikan oleh orang yang dipercayainya menjalankan operasi
bisnis tersebut.
Akuntansi
tidak akan muncul ketika aktivitas hidup dan kehidupan manusia tidak
berkembang. Akuntansi tidak akan muncul ketika manusia hanya sekedar
menjalankan aktivitas perdagangan berupa barter saja. Akuntansi tidak akan
muncul ketika revolusi industri dimana manusia mampu mengolah dan menghasilkan
barang baru untuk memenuhi kebutuhannya melalui pengolahan dan produksi barang
dengan bahan baku dari alam tidak ada. Akuntansi tidak akan muncul ketika
aktivitas keinginan manusia tidak berkembang dan hanya cukup dipenuhi oleh
kebutuhan dengan bercocok tanam dan berburu saja. Akuntansi tidak akan muncul
ketika manusia tidak memiliki pengetahuan tentang angka dan ilmu pengetahuan
matematika. Namun perkembangan peradaban manusia yang diciptakannya sendiri
mampu menginisiasi kemunculan akuntansi.
Akuntansi
terus mengalami perkembangan yang pesat sejalan dengan perkembangan dunia
bisnis. Akumulasi berperan dalam perkembangannya sehingga menjadikannya
paradigmatis. Paradigma didefinisikan sebagai (Ritzer, 1975 dalam Ritzer dan
Goodman, 2008:697):
gambaran fundamental dari pokok bahasan dalam ilmu
pengetahuan. Ia menentukan apa yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang harus
diajukan, bagaimana pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan, dan aturan apa
yang harus diikuti dalam menanfsirkan jawaban-jawaban yang diperoleh. Paradigma
adalah unit terluas dari konsensus dalam ilmu pengetahuan dan membedakan satu
komunitas (atau subkomunitas ilmiah) dari yang lain. Ia memasukkan,
mendefinisikan, menghubungkan sejumlah contoh, teori, dan metode serta
instrumen yang ada di dalamnya.
Pada
perkembangannya akuntansi dipandang dari satu sisi yaitu sebagai salah satu
alat untuk membantu suksesnya suatu bisnis. Pada tahap ini perhatian dicurahkan
untuk lebih mendayagunakan alat ini sehingga mampu diterima oleh seluruh
penggunanya (generalisasi). Perhatian juga ditujukan kepada obyektivitas penggunaan
alat itu dalam menyajikan pelaporan keuangan kepada para pemilik bisnis
sehingga tidak terdapat perbedaan pandangan dan opini ketika pemilik yang
berbeda membaca pelaporan keuangan produk akuntansi. Pada tahap ini muncul
metode dan prinsip akuntansi akuntansi. Metode dan prinsip itu dikembangkan
dengan meletakkan akuntansi diluar manusia yang membuat dan menciptakannya
sehingga diperkirakan akan dapat diterima oleh semua orang dengan posisi yang
serupa (independensi). Pada tahap inilah perkembangan akuntansi menuju sebuah
ilmu dipandang dalam tataran mekanistis dan sistematis sekedara angka matematis
saja sehingga harus dilihat pengaruhnya terhadap kinerja bisnis berdasarkan
angka laba/rugi yang dihasilkannya. Ini merupakan pendekatan dari paradigma
positivis.
Veeger
(1986: 233-234) menjelaskan bahwa paradigma positivis memiliki tiga hukum utama
dalam penerapannya yaitu (1) pengetahuan ilmiah harus bersifat obyektif, (2)
ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang berulangkali terjadi, dan
(3) ilmu pengetahuan positif menyoroti alam dari segi ketergantungannya dan
antarhubungan unsur-unsurnya. Obyektifitas akan tercapai jika ilmuwan mampu
memisahkan dirinya dari faktor-faktor dari dia sendiri ketika mengamati suatu
obyek sehingga terbebas dari perasaan, kepercayaan, nilai-nilai etis yang
membuat dia memuji atau mencela obyek yang diamatinya. Dalam obyektifitas ini
terkandung syarat intersubyektivitas dimana ilmu pengetahuan harus bersifat
umum sehingga proposisinya dapat diuji dan dibuktikan dengan menggunakan
observasi oleh lebih dari satu orang.
Positivis
juga mensyaratkan adanya pengulangan dalam ilmu pengetahuan. Pengulangan ini
dipergunakannya untuk meningkatkan kemampuan prediksi. Oleh karena itu perlu
dibuatkan pengkondisian tertentu, sehingga reaksi serupa berdasarkan metode
ilmiah tertentu dapat diramalkan di masa mendatang. Peramalan itu akan lebih
dipermudah ketiga ilmuwan positif melihat obyek berdasarkan unsur-unsurnya
sebagai suatu sistem, bukan secara terpisah-pisah. Hal ini mengarahkan pada
perhatian terhadap relasi-relasi eksternal obyek yang diteliti, terutama relasi
kausal, bukan unsur/elemen penyusun obyek itu dimana manusia merupakan salah
satu diantaranya. Inilah yang kemudian yang menegaskan bahwa praktek akuntansi selama
ini kental dengan kapitalisme. Sehingga Sadar atau
tidak bahwa perkembangan Ilmu pengetahuan dan kapitalisme selalu berinteraksi
secara aktif melalui gerak dialektika yang tidak dapat dihindarkan. Gerakan ini
memunculkan perkembangan teori ilmu pengetahuan seperti Positive Accounting
Theory (PAT) yang sejalan dengan kapitalisme itu sendiri.
Kapitalisme secara pasti telah melahirkan teknologi yang membawa perubahan
radikal dalam dunia modern. Sehingga akhimya Ilmu pengetahuan, teknologi dan
kapitalisme menjadi tiga pilar yang saling membagi berperan dalam membentuk
jaringan rasionalitas instrumental, rasionalitas efisiensi, birokrasi dan
kalkulasi cost/benefit untuk memerdekakan dan mencerahkan manusia sesuai dengan
cita-cita pencerahannya. Seiring dengan sejarah kelahiran teorinya,
akuntansi merupakan salah satu ilmu sosial dimana ilmu pengetahuan dan
prakteknya sama sekali tidak dapat dipisahkan dari kapitalisme. Ini sejalan
dengan asumsi pokok Positive Accounting Theory (PAT) itu sendiri yakni:
“All individuals’
action is driven by self-interest and individuals will act in an opportunistic
manner to the extent that the actions will increase their wealth ” Deegan
(2006)
Intinya,
semua tindakan individu dimotivasi atau didorong oleh kepentingan pribadi,
bahkan tindakan oportunis (moral hazard) akan dilakukan, selama tindakan
tersebut mampu meningkatkan kesejahretaannya. Dalam kondisi seperti ini maka
etika dan moralitas individu atau praktisi bukan menjadi hal penting dalam
menjalankan praktek akuntansi. Sehingga pada akhirnya jaringan kerja dan
relasi-relasi yang dibentuk kapitalisme telah mengubah perilaku dalam praktek
akuntansi serta turut dalam mewamai praktek akuntansi yang disebut-sebut
sebagai instrumen penting dalam dunia bisnis (the language of business).
Sejalan dengan itu, Triker (1978 ; 8) melihat akuntansi sebagai anak dari
budaya di mana akuntansi itu berada, atau dengan kata lain akuntansi sebagai
suatu ilmu pengetahuan maupun prakteknya dibentuk melalui interaksi sosial yang
sangat kompleks, jika lingkungan yang membentuk akuntansi tersebut adalah
lingkungan kapitalisme, maka perkembangan akuntansi sebagai ilmu pengetahuan
dan prakteknya akan bernafaskan kapitalisme juga. Beberapa bukti dalam
dasawarsa terakhir telah menunjukkan bahwa praktek akuntansi selama ini kental
dengan kapitalisme, bakhan, akuntansi dalam lingkungan idiologi kapitalisme
menjadi tidak berdaya dan mau tidak mau harus tunduk dalam idiologi
kapitalisme.
Premis tersesut bukan
hanya sekedar isapan jempol semata, tetapi mari kita lihat kasus demi kasus
yang mewarnai pasang surutnya praktek akuntansi merebak dimana-mana.
Misalnya di US kasus KPMG, Arthur Andersen, Ernst & Young,
Deloitte & Touche, Pricewater House Coper serta Friehling & Horowitz
dalam kasus Computer Associatec, Lemout dan Hauspie,Enron, World Com, Xerox,
One Tel, AOL, Bristol-Myers Squibb, Merrill Lynch, Tyco International, AIG. Di
Eropa seperti sekandal akuntansi BCC1, Maxwell, Polly Peck (UK) serta di
Australia terjadi pada perusahaan HIH Insurance. Selain itu di negara-negara
berkembang seperti skandal PT Bank Bali, Bank Lippo, Asian Agri and Sinar Mas
Group (Indonesia), Bangkok Bank of Commerce (Thailand), United Engineers Bhd
(Malaysia), Samsung Electronics and Hyundai (Korea) (John, Boone, Breach dan
Friedman, 2000).
Dari argumentasi diatas jelas bahwa dalam lingkungan
idiologi kapitalisme, etika dan moralitas individu atau
praktisi bukan menjadi hal penting dalam menjalankan praktek akuntansi serta akuntansi menjadi
tidak berdaya dan mau tidak mau harus tunduk dalam idiologi kapitalisme benar adanya. Namun demikian,
meskipun akuntansi dibentuk oleh lingkungannya, akuntansi dapat pula berbalik
mempengaruhi/membentuk lingkungannya, sebagaimana dipertegas oleh Mathews
dan Parera (1993; 15) dengan mengatakan:
Although the conventional views is that accounting is
socially constructed as a result of social, economic and political events,
there are alternative approaches which suggest that accounting may he socially
constructing.
Kaitannya dengan pernyataan tersebut dapat di pandang
bahwa akuntansi
diibaratkan sebagai pedang bermata dua, di satu sisi akuntansi dibentuk oleh
lingkungannya (socially constructed) dan disisi lainnya akuntansi membentuk lingkungannya (socially
constructing). Hal ini sekaligus memastikan bahwa akuntansi bukanlah suatu
bentuk ilmu pengetahuan dan praktek yang bebas dari nilai (value free), tetapi sebaliknya
akuntansi adalah disiplin ilmu pengetahuan dan prakteknya sarat dan kental
dengan nilai. Namun, karena
akuntansi dalam praktek bisnis modern sangat identik dengan
angka-angka maka
akuntansi dilabeli sebagai ilmu pengetahuan bebas nilai (value free).
Hal ini yang kemudian menstikma
bahwa tanpa
angka adalah sesuatu hal yang sangat mustahil bagi akuntansi dan implikasinya adalah
bahwa tanpa angka akuntansi
kita tidak dapat menggambarkan kedaaan entitas bisnis, celakanya lagi argumentasi tersebut di amini oleh banyak kalangan misalnya Hines (1981;61) yang mengemukakan, akan jadi apa
"posisi keuangan " atau "kinerja " atau "ukuran "
sebuah perusahaan tanpa akuntansi keuangan ?
tanpa konsep "aktiva", kewajihan, "modal”, dan "laba" (yang semuanya
diterjemahkan dalam bentuk
angka). Dalam perkembangannya kemudian,Teori
Akuntansi Positif (PAT) merupakan teori yang hadir untuk melengkapi Teori
Akuntansi Normatif. Oleh karena Teori
Akuntansi Normatif hanya berpikir apa yang seharusnya
dilakukan dalam praktek akuntansi, maka menurut Scott (2000) bahwa Teori akuntansi
positif berusaha untuk membuat prediksi yang baik sesuai dengan kejadian yang
nyata. Artinya teori akuntansi positif berusaha menjawab
pertanyaan timbul dari
fenomena :
1.
Apakah biaya yang dikeluarkan
sebanding dengan manfaat yang diperoleh dalam pemilihan metode akuntansi
alternatif ?
2.
Apakah biaya yang diperoleh
sebanding dengan manfaat yang diperoleh dalam regulasi dan proses penentuan
standar akuntansi ?
3.
Apa dampak laporan keuangan
yang dipublikasikan pada harga saham ?
Berdasarkan pandangan inilah Teori
akuntansi positif mempunyai kepercayaan bahwa realita sosial berada secara
independen dari manusia yang memiliki sifat atau esensi tersendiri. Hal ini
mengakibatkan fenomena empiris terpisah dari penelitian. Dengan demikian
validitas ilmiah dari dunia empiris diuji melalui observasi. Selanjutnya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan diatas dalam teori akuntansi positif dapat dikelompokkan menjadi dua tahap, yakni :
Pertama, penelitian
akuntansi dan perilaku pasar modal. Dalam tahap ini tidak dijelaskan tentang
praktek akuntansi, tetapi dilakukan penelitian terhadap hubungan pengumuman
laba dengan reaksi harga saham. Untuk melakukan penelitian dalam tahap ini
digunakan Hipotesis Pasar Efisien (Efficiency
Market Hyphothesis) (Scott,2000). Pasar modal
efisien adalah pasar modal dimana harga surat-surat berharga yang diperdagangkn
setiap waktu secara wajar dan merefleksikan semua informasi yang diketahui
publik berkaitan dengan surat berharga dan Capital
Asset Pricing Model (CAPM).
Kedua, penelitian dalam tahap kedua dilakukan untuk
menjelaskan dan memprediksi praktek akuntansi antar perusahaan yang difokuskan
pada alasan oportunistik dalam hal perusahaan memilih metode akuntansi
tertentu, atau pada alasan efisiensi yaitu metode akuntansi dipilih untuk
mengurangi biaya kontrak antara perusahaan dengan stakeholder-nya.
Alasan pertama yaitu perspektif oportunistik disebut ex-post
yaitu pemilihan metode akuntansi dilakukan sesudah diketahui faktanya. Alasan
kedua yaitu perpektif efisiensi disebut ex ante
karena
pemilihan metode akuntansi dilakukan sebelumjgktanya diketahui. Penelitian
dibidang ini menggunakan agency
theory yang membahas tentang paradigma pengendalian (control). Sebagaimana tiga Hipotesis dalam teori
akuntansi positif yang dirumuskan oleh Watt & Zimmerman (1986) dalam bentuk
"oportunistik"
yakni :
1. Hipotesis
program bonus (Plan
Bonus Hypothesis),
dalam ceteris paribus para manajer
perusahaan dengan rencana bonus akan lebih memungkinkan untuk memilih prosedur
akuntansi yang dapat menggantikan laporan earning untuk periode
mendatang ke periode sekarang atau dikenal dengan income
smoothing.
Dengan
hipotesis tersebut apabila manajer dalam sistem penggajiannya sangat tergantung
pada bonus akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memaksimalkan
gajinya, misalnya dengan metode acrual.
2. Hipotesis
perjanjian hutang (Debt Convenat
Hypothesis),
dalam ceteris paribus manajer
perusahaan yang mempunyai ratio leverage (debt/equity) yang besar
akan lebih suka memilih prosedur akuntansi yang dapat menggantikan laporan earning
untuk
periode mendatang ke periode sekarang.
Dengan
memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan pengakuan laba untuk periode
mendatang ke periode sekarang maka perusahaan akan mempunyai leverage
ratio
yang kecil, sehingga menurunkan kemungkinan default
technic.
Seperti diketahui bahwa banyak perjanjian hutang mensyaratkn peminjamjjntuk
mematuhi atau mempertahankan rasio hutang atas modal, modal kerja, ekuitas
pemegang saham dll.selama masa perjanjian, jika perjanjian tersebut dilanggar
perjanjian hutang mungkin memberikan penalti, seperti kendala dalam deviden
atau pinjaman tambahan.
3. Hipotesis
biaya politik (Political Hypothesis), dalam ceteris
paribus semakin
besar biaya politik perusahaan, semakin mungkin manajer perusahaan untuk
memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan laporan earning periode
sekarang ke periode mendatang
Hipotesis
ini berdasarkan asumsi bahwa perusahaan yang biaya politiknya besar lebih
sensitif dalam hubungannya untuk mentransfer kemakmuran yang mungkin lebih
besar dibandingkan dengan perusahaan yang biaya politiknya kecil dengan kata
lain perusahaan besar cenderung lebih suka menurunkan atau mengurangi laba yang
dilaporkan dibandingkan perusahaan kecil.
Fase Masa
Datang
Pemisahan peneliti dengan obyek yang
diteliti dan pandangan generalisasi serta ketiadaan unsur parsial seperti
manusia didalamnya menjadi kritik bagi paradigma positivis. Oleh karena itu
muncullah paradigma interpretif. Paradigma interpretif atau post-positivistik
menurut Muhadjir (1998) memiliki kebenaran yang didasarkan pada esensi (sesuai
dengan hakekat obyek) dan kebenarannya bersifat holistik. Data tidak hanya
terbatas pada sesuatu yang empiri sensual, tetapi juga mencakup apa yang ada di
balik empiri sensual (fenomena dan nomena). Dalam hal ini pelibatan peran
manusia sebagai penyusun dan pelaksana suatu aktivitas yang diteliti dilibatkan
sebagai obyek sekaligus subyek penelitian sehingga fenomena mampu dianalisis
secara utuh dan tidak terpisah-pisah serta mencari hubungan kausal timbal balik
bukan searah.
Pada tahap berikutnya akuntansi
dipandang mengandung muatan nilai-nilai tertentu dimana nilai-nilai tersebut
bersifat bebas. Oleh karena itu akuntansi dapat dipandang dari paradigma
kritis. Paradigma Kritis (Griffiths 1998 dalam Satria, diakses 30 Nopember
2011) dalam memandang suatu realitas penuh dengan muatan ideologi tertentu,
seperti Neo-Marxisme, Materialisme, Feminisme dan paham lainnya yang percaya
bahwa; kondisi manusia dibentuk oleh kondisi sosialnya saat itu, dengan kata
lain, human nature bukanlah sesuatu
yang fixed; individu bisa
dikelompokkan menjadi kelompok identitas yang memiliki kepentingan yang sama;
tidak ada ‘fakta’ dalam dunia ini, yang membentuk persepsi seseorang adalah
nilai yang dimilikinya; walaupun memiliki perbedaan ras, etnis, gender, dan
kelas sosial, pada dasarnya manusia memiliki satu tujuan hidup yang sama yaitu
meraih kebebasan. Robert Cox, salah seorang pemikir yang menganut paradigma ini
menjelaskan bahwa teori kritis memandang dunia seperti apa adanya, dimana
institusi dan hubungan sosial politik dianggap sebagai kerangka tindakan yang given.
Pada perkembangan berikutnya sebagai
pengetahuan paradigmatis, akuntansi juga dipandang dari paradigma posmodernis.
Pada dasarnya, Postmodernisme (Lyotard 1984 dalam Satria, diakses 30 Nopember
2011) dapat didefinisikan sebagai sebuah pemikiran yang menolak segala bentuk
universalitas dan klaim-klaim kaum rasionalis mengenai kebenaran ilmiah dengan
menggunakan teknik dekonstruksi dan geneologi. Penganut Postmodernisme
cenderung melakukan resistensi terhadap narasi-narasi besar yang mereka percaya
“ditanamkan” oleh pihak-pihak tertentu. Mereka, dengan demikian, cenderung
menghargai kekayaan dan kearifan lokal yang telah ada.
Riset demi riset dilakukan dibidang penelitian
akuntansi dan perilaku pasar modal dan prilaku oportunistik dalam kaitanya agency theory. Seiring dengan perkembangan Teori
akuntansi positif tidak
terlepas dari kritik pedas oleh berbagai kalangan baik “positive” maupun
“negative” seperti
dilakukan Ball dan Foster (1982), Tinker et.al. (1982), Christenson (1983), Holthausen & Leftwich (1983), Lowe et.al (1983), Mc Kee et.al (1984), Whittington (1987), Hines
(1988), Sterling (1990), Boland dan Gordon (1992), Gaffikin
(2005). Kritik “positif” terhadap Positive Accounting Theory namun
sayangnya kritik-kritik tersebut hanya berkutat pada tataran metodologis dan untuk kepentingan pragmatism
utility of accounting research semata. Sedangkan kritik “negatif” yang sebenarnya lebih fundamental, pada
dataran filosofis (value laden) dan asumsi dasar teoritis (utility
maximization), ternyata tidak (atau belum?) dipahami sebagai bentuk
relationship of scientific accounting development. Tetapi selalu dipahami
sebagai contradiction of scientific accounting development (Aji Dedi Mulawarman : 2007).
Berdasarkan argumentasi-argumentasi kritik yang
disampaikan oleh para pneliti tersebut, perlu di tegaskan bahwa dimana
keberadaan akuntansi sebuah ilmu pengetahuan, apakah akuntansi merupakan ilmu
pengetahuan yang bebas nilai (value free) atau akuntansi merupakan ilmu
pengetahuan yang tidak bebas nilai (value laden). Disinilah sangat jelas
bahwa peran dan bagaimana paradigma berkerja.
Referensi :
Aji
Dedi Mulawarman (2007) Positive Accounting Theory: Apakah Perlu Dikritik? http://ajidedim.wordpress.com/2007/12/26/positive-accounting-theory-pakah-perlu-dikritik/ di download pada tanggal 7/04/2012
Boland Lawrence
A, Irene M. Gordon. 1992. Criticizing Positive Accounting Theory. Contemporary
Accounting Research. 9(1). pp. 142-170
Christenson,
Charles. 1983. The Methodology of Positive Accounting. The Accounting Review.
LVIII (1) pp 1-22.
Deegan, C. 2006. Financial Accounting Theory. 2 Edition. Mcgraw-Hill
Australia Pty Ltd.
Gaffikin, 2005.
Positive Accounting: Where About?. Notes for an Introduction to Theoritical
Foundations of Research. The First Postgraduate Consortium on Accounting.
Brawijaya University. March, 1, 2005.
Lawrence
Boland,1992, Critizing Positive Accounting Theory, Journal
of Accounting Research, Vol.9, no. l(fall), hal. 142-170
http://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma di download pada tanggal 7/04/2012
Noeng, Muhadjir. Metode
Penelitian Sosial. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan, 1998.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman, 2009, Teori Sosiologi, dari Teori Sosiologi Klasik
sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Satria, Novandre, www.sribd.com/search_paradigma/pengertian_ paradigma.html. diakses tanggal 30 Nopermber 2011
Scott,2000,Financial Accounting Theory, Prentice hall
Inc.
Tinker, Anthony
M., Barbara D. Merino, Marilyn Dale Neimark. 1982. The Normative Origins of
Positive Theories: Ideology and Accounting Thought. In Accounting Theory: A
Contemporary Review. Jones, Stewart., C. Romano, J. Ratnatunga (ed.). 1995.
Harcourt Brace. Australia.
Veeger, K.J., 1986, Realitas
Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-Masyarakat dalam
Cakrawala Sejarah Sosiologi, PT. Gramedia, Jakarta.
Watts and
Zimmerman, 1986,Positive
Accounting Theory,
Prentice Hall.
___________________,1990,
Positive Accounting Theory : Ten Year Perspective, Accounting Review, Vol. 65,January
Whitington.
1987. Positive Accounting: A Review Article. Accounting and Business Research.
17(68). pp 327-336.