KUMPARTA: AKUNTANSI EMANSIPASI : AGENDA DEKONSTRUKSI AKUNTANSI
Diberdayakan oleh Blogger.

Postingan Populer

Senin, 02 Juli 2012

BAGIAN KETIGA

Timbul pertanyaan bagaimana bisa dalam aktivitas manusia terutama dalam dunia bisnis yang perubahannya sangat pesat seperti ini ada keyakinan bahwa akuntansi salah atau benar, bermanfaat atau menyesatkan tidak perlu ada pembuktian ? jikalau demikian pertanyaan berikutnya adalah akuntansi itu sebenarnya agama atau ilmu pengetahuan ? kalau dalam agama memang terdapat kebenaran mistik, namun dalam ilmu pengetahuan tidak mengenal istilah kebenaran mistik yang ada adalah kebenaran fakta (rasio dan empiris), yang perlu ditekankan adalah keyakinan dalam akuntansi itu merupakan kebenaran fakta (rasio dan empiris) atau kebenaran mistik ?     



Prahara dalam Praktek Akuntansi

            Sebagai konsekwensi dari kepatuhan terhadap pedoman hidup, akuntansi sampai detik ini masih melandaskan pada logika matematika, yang kemudian dalam perkembanganya, karena begitu kuatnya dominasi budaya kapitalisme akhirnya logika tersebut membentuk logika akuntansi yang materialism, rasionalism dan empirism. Pada tahap ini akuntansi merupakan ilmu pengetahuan value free. Implikasinya akuntansi merupakan alat untuk membantu suksesnya bisnis semata. Keyakinan ini bagi akuntansi merupakan keyakinan yang tidak dibutuhkan pembuktian. Pada tahap ini akuntansi merupakan manifestasi dari doktrin/dokma postulat dan konsep teori akuntansi. Implikasinya akuntansi melihat manusia (buruh) sebagai mesin, pendulang Income bagi kepentingan manajemen dan Kas untuk meningkatkan kekayaan/kesejahteraan bagi kasta tertinggi dalam akuntansi yakni pemilik modal. Keyakinan ini bagi akuntansi merupakan keyakinan yang tidak membutuhkan moral, etika apalagi jujur dan amanah. Pada tahap inilah akuntansi menjadi standar akuntansi yang mengatur dan mengikat siapapun yang menjalankan praktek akuntansi harus patuh dan taat terhadap nilai-nilai tersebut. Dari uraian diatas dapat diungkapkan bahwa dalam akuntansi terdapat dua keyakinan besar yang mendominasi pratek akuntansi yakni pertama adanya keyakinan bahwa akuntansi itu benar atau salah tidak dibutuhkan pembuktian, inilah pengakuan bahwa akuntansi merupakan ilmu pengetahuan value free. Kedua adanya keyakinan bahwa akuntansi itu tidak membutuhkan moral, etika apalagi kejujuran dan amanah, inilah pengakuan bahwa akuntansi merupakan sekuler. Timbul pertanyaan bagaimana bisa dalam aktivitas manusia terutama dalam dunia bisnis yang perubahannya sangat pesat seperti ini ada keyakinan bahwa akuntansi salah atau benar, bermanfaat atau menyesatkan tidak perlu ada pembuktian ? jikalau demikian pertanyaan berikutnya adalah akuntansi itu sebenarnya agama atau ilmu pengetahuan ? kalau dalam agama memang terdapat kebenaran mistik, namun dalam ilmu pengetahuan tidak mengenal istilah kebenaran mistik yang ada adalah kebenaran fakta (rasio dan empiris). Terakhir yang perlu ditekankan adalah keyakinan dalam akuntansi itu merupakan kebenaran fakta (rasio dan empiris) atau kebenaran mistik ?      
            Bertolak dari argument tersebut menjadi wajar rasaya ketika kasus demi kasus terjadi dalam praktek akuntansi misalnya kasus yang terjadi di US seperti kasus  KPMG, Arthur Andersen, Ernst & Young, Deloitte & Touche, Pricewater House Coper serta Friehling & Horowitz dalam kasus Computer Associatec, Lemout dan Hauspie, Enron, World Com, Xerox, One Tel, AOL, Bristol-Myers Squibb, Merrill Lynch, Tyco International, AIG.  Di Eropa seperti sekandal akuntansi BCC1, Maxwell, Polly Peck (UK) serta di Australia terjadi pada perusahaan HIH Insurance. Selain itu di negara-negara berkembang seperti skandal PT Bank Bali, Bank Lippo, Asian Agri and Sinar Mas Group (Indonesia), Bangkok Bank of Commerce (Thailand), United Engineers Bhd (Malaysia), Samsung Electronics and Hyundai (Korea). Dari berbagai kasus tersebut menjadi pentanyaan siapa yang salah?, apakah akuntansi yang salah ? ataukah oknum yang salah ?. jika logika berpikir kita menggunakan berdasarkan nilai-nilai keyakinan dalam akuntansi, maka akuntansi tidak pernah salah, karena salah dan benar bermanfaat atau tidak bagi akuntansi tidak membutuhkan pembuktian. Namun jika logika berpikir yang kita bangun menggunakan logika berpikir yang berbeda maka baik akuntansi maupun oknum yang berpratek sama-sama memiliki peluang untuk salah, dan peluang untuk benar dengan konsekwensi jika salah maka harus diperbaiki baik pada akuntansinya maupun pada oknumnya.  

0 komentar:

"Terima Kasih anda telah berkunjung di web ini. Semoga penyajian saya menjadi inspirasi dan bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan.Selamat Menikmati!